Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 4-6 Juni 2009, aku bersama anak-anak Fisika yang lain bahkan juga mahasiswa lain dari Program Studi Matematika dan Ilkom FMIPA UNLAM khususnya angkatan 2008 melakukan perjalanan dan petualangan panjang, seru dan menantang dengan rute Banjarbaru-Negara (Kandangan)-Loksado.
Perjalanan ini berkaitan erat dengan mata kuliah Pengenalan Lingkungan Lahan Basah (PLLB), karena memang perjalanan tersebut merupakan bentuk kegiatan praktikum lapangan mata kuliah tersebut. Tujuan utama kami Rawa Bangkau di Negara serta Sungai Amandit di Loksado.
Sungai Negara
Negara merupakan ibu kota kecamatan, sebuah wilayah yang hampir seluruhnya tertutup oleh air. Masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Negara kehidupannya sangat bergantung pada sungai tersebut, baik itu sebagai lahan mata pencaharian (menangkap ikan), sarana transportasi air, sebagai sumber air bersih di samping keberadaan lanting-lanting masyarakat untuk keperluan MCK yang terapung pada sungai yang airnya berwarna kecoklatan. Rata-rata tiap satu rumah penduduk yang terdapat di pinggiran sungai terdapat lanting yang berfungsi sebagai sarana MCK. Selain itu, terdapat sejumlah tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) di area sungai namun keberadaannya tidak begitu mengganggu karena jumlahnya juga tidak begitu banyak.
Kekayaan yang Dimiliki Rawa Bangkau
Beranjak dari penyusuran sungai dan melanjutkan perjalanan ke Rawa Bangkau. Gemuruh mesin kelotok menyajikan genre musik tersendiri menemani pengamatan daerah sepanjang perjalanan. Kamu dapat melihat perbedaan yang nyata antara keduanya. Kuantitas dari tumbuhan eceng gondok yang menutupi permukaan air jelas lebih banyak, hingga digunakan bambu untuk difungsikan sebagai pembatas agar tumbuhan tersebut tidak menyebar dan menutupi seluruh permukaan rawa. Sungguh suatu hal yang sangat mengagumkan ketika melihat sekawanan burung beterbangan sambil sesekali menangkap mangsanya, para ikan yang berenang di bawah permukaan rawa. Singgah di kandang kerbau rawa yang dipenuhi kotorannya. Dengan menggunakan GPS, posisi kami saat itu (kandang kerbau rawa-red) adalah S 02o84’24,8 (lintang selatan) dan E 115o05’48,4 (bujur timur), serta elev sebesar 14 dpl.
Fungsi Rawa Bangkau diprioritaskan sebagai kawasan pelestarian reservaat perikanan (fish stocking) yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya. Rawa Bangkau yang berair sepanjang tahun ini ditetapkan sebagai salah satu daerah suaka perikanan yang telah diketahui sebagai reservasi ikan bagi sungai-sungai yang mengalir di wilayah barat Pegunungan Meratus serta habitat fauna burung air yang harus dilindungi. Saat ini ribuan benih ikan lokal digiring dan dipelihara dalam reservat tersebut dan masyarakat harus menjaganya. Pada saat ini habitat Rawa Bangkau telah kritis karena fungsinya sebagai reservasi ikan terancam punah sebagai akibat dari cara-cara penangkapan ikan yang sangat intensif. Karena pentingnya reservat tersebut untuk kelangsungan hidup ikan-ikan lokal, maka masyarakat lokal tidak diperbolehkan menangkapnya. Di samping itu, kualitas lingkungan danau juga semakin menurun disertai dengan terancamnya habitat burung air yang dilindungi.
Kerbau Rawa Bangkau
Kerbau rawa mempunyai ciri-ciri fisik yang perbedaannya tidak begitu mencolok dengan kerbau yang ada di daratan. Kerbau rawa mempunyai warna kulit sedikit abu-abu bercampur coklat karena setiap harinya kerbau ini berendam di air rawa yang berlumpur. Kerbau rawa juga mempunyai tanduk yang melingkar dan panjang, bentuk tubuhnya agak gempal, padat dan berisi. Sedangkan kerbau biasa yang hidup di darat mempunyai tubuh yang berwarna kehitam-hitaman, tanduknya sedikit melingkar dan juga pendek. Dalam hal reproduksi, spesies kerbau rawa memiliki jarak kelahiran yang cukup panjang yaitu sekitar 2 tahun. Kerbau rawa dewasa betina baru dapat melahirkan anak pertama pada usia 4,5 – 5 tahun, dengan lama bunting antara 330 – 340 hari.
Di rawa ini kerbau memakan tanaman eceng gondok yang masih muda. Makanan kerbau rawa yang sebenarnya bukanlah eceng gondok tersebut, melainkan padi kumpai hiung (sebutan warga sekitar-red). Akan tetapi populasi padi kumpai hiung saat sudah sangat jarang ditemui akibat adanya eceng gondok yang menghambat pertumbuhan padi kumpai hiung tersebut. Sehingga, populasi kerbau rawa pun menurun tiap tahunnya.
Sungai Amandit, Loksado
Loksado adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Loksado terletak di pegunungan Meratus merupakan salah satu daerah wisata alam dan atraksi budaya masyarakat Dayak Bukit. Hampir seluruh wilayahnya tertutup padang hutan-hutan kecil. Loksado merupakan salah satu daerah tangkapan air yang sangat penting yang terletak di kawasan sebelah pulau Kalimantan. Kawasan ini merupakan contoh di mana hutan masih dapat dipertahankan dari investasi manusia. Di sepanjang Sungai Amandit terdapat beberapa anak sungai kecil dan air hujan dialirkan untuk keperluan pertanian, perikanan dan kebutuhan domestik.
Sungai Amandit sangatlah jernih dan airnya begitu menyegarkan. Masyarakat sekitar sungai ini tidak menggunakannya untuk keperluan MCK seperti halnya Sungai Negara, di samping kedalaman sungai yang tergolong sangat dangkal. Terdapat banyak batuan kali di sepanjang sungai dan masyarakat memanfaatkannya untuk membangun siring alami di bantaran sungai yang cukup curam. Teknik sederhana dengan keuntungan luar biasa. Pada beberapa aliran Sungai Amandit terdapat pasir yang ditambang masyarakat secara tradisional. Pasir ini terbentuk akibat akumulasi kikisan dari daerah atas pada belokan sungai sehingga aliran bersifat turbulen.
Sayangnya kami, anak-anak Fisika hanya dapat singgah sebentar di pusat pemukiman masyarakat Dayak Bukit, karena kami harus tersesat jauh sebelumnya … fiufhhhhh …